BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembangunan secara umum diartikan
sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan produktifitas sumber daya alam,
sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara berupa sumber daya alam
sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Dengan demikian pembangunan
pada dasarnya dapat dikatakan usaha dasar untuk mengubah masa lampau yang buruk
menjadi zaman baru yang lebih baik untuk mewariskan masa depan kepada generasi
yang akan datang.
Keberhasilan
penyelenggaraan perparkiran dalam era 0tonomi Daerah dapat terlihat pada
kemampuan daerah dan memanfaatkan kewenangan luas, nyata, dan bertanggung jawab
secara profesional dalam menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Pembangunan daerah sebagai
bagian dari pembangunan nasional pada hakekatnya diharuskan untuk mengembangkan
kemandirian tiap-tiap daerah sesuai potensi sumber daya yang dimilikinya dan
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan merata dan terpadu
Untuk melaksanakan
pembangunan yang berkesinambungan maka daerah / kota lebih dituntut untuk
menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti:Pajak, retribusi atau pungutan yang merupakan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah,
seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 32 tahun
2004
a.
Pendapatan Pajak Daerah,
meliputi :
1.
Hasil pajak daerah;
2.
Hasil retribusi daerah;
3.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ; dan
4.
Lain lain pendapatan daerah yang sah.
b.
Dalam perimbangan
c.
Pinjaman daerah
d.
Lain lain pendaptan daerah yang sah
Pemberian Otonomi Daerah
dimaksud untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, terutama
dalam membiayai pembangunan dewasa ini.Dengan diberikan hak kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
tanpa campur tangan pihak lain adalah sangat tepat karena dengan demikian sudah
memiliki kekuatan hukum untuk menentukan
kebijakan dalam pengelolaan daerahnya, meskipun pada dasarnya tetap dikordinir
oleh pemeritah pusat.
Sesuai dengan ketentuan
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa: Hal hal
yang mendasarkan Undang – Undang ini adalah untuk mendorong memberdayakan
masyrakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas serta msyarakat, mengembangkan
peran dan fungsi DPRD. Oleh sebab itu Undang – Undang ini menempatkan Otonomi
Daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota.
Retribusi Daerah selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah
juga merupakan faktor yang dominan peranannya dan kontribusinya untuk menunjang
pemarintah daerah salah satunya adalah retribusi parkir.
Retribusi parkir sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari
masyarakat, dimana pengelolaannya dahulu dilakukan oleh dinas pendapatan daerah
yang berdasar pada peraturan daerah (Perda) Nomor. 6 tahun
2009, dan kini dikelolah oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi yang diserah tugaskan
oleh pemerintah Kota Parepare.
Dalam rangka pencapaian
pelayanan dan pelaksanaan pembangunan secara efektif dan efesien, maka setiap
daerah harus secara kreatif mampu menciptakan dan mendorong semakin
meningkatnya sumber-sumber pendapatan asli daerah. Salah satu sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang
potensial adalah dari sektor jasa perparkiran, sumber-sumber keuangan atau
sumber-sumber pendapatan asli daerah seperti yang tertuang dalam undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Prinsip Otoda menggunakan Otonomi seluas luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan serta, prakarsa dan pemberdayaan masyrakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh sebab itu Undang –
Undang ini menempatkan otonomi daerah secarah
utuh pada daerah kabupaten dan kota.
Pemungutan Retribusi Parkir
di Kota Parepare adalah salah satu dari
pelaksanaan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagai mana yang
dimaksud dalam undang-undang Nomor 32 tentang pemerintah
daerah merupakan upaya pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan
potensi daerah dalam rangka untuk memperoleh dana sehubungan dengan
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.
Perparkiran
adalah merupakan bagian dari sub sistem lalu lintas angkutan jalan
penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dalam rangka meningkatkan
penyelenggaraan kepada masyarakat di bidang perparkiran, penataan lingkungan,
ketertiban, dan kelancaran arus lalu lintas serta sebagai sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Perparkiran secara umum juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk melancarkan
arus lalu lintas dan meningkatkan produktifitas sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang dimiliki oleh negara. Dengan demikian perparkiran pada
dasarnya dapat dikatakan sebagai usaha dasar untuk meningkatkan sumber daya
alam, dan sumber daya manusia, dan mengubah masa lampau yang buruk menjadi
zaman baru yang lebih baik.
Untuk itu pemerintah daerah Kota
Parepare bersama-sama masyarakat menetapkan Peraturan Daerah tanggal 7 Januari
2002 tentang ketentuan penyelenggaraan perparkiran dalam Kota Parepare.
Dalam rangka
pencapaian pelayanan dan pelaksanaan perpakiran secara efektif dan efisien maka
setiap daerah harus secara kreatif mampu menciptakan dan mendorong semakin
meningkatnya sumber-sumber pendapatan asli daerah. Salah satu sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang potensial adalah sektor jasa perparkiran, sumber
keuangan atau sumber-sumber pendapatan asli daerah, seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Prinsip otonomi
daerah menggunakan otonomi seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar menjadi urusan
yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Berdasarkan
latar belakang masalah yang di kemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti dengan mengangkat judul “ Kontribusi Retribusi Parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Parepare ” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
a.
Apakah jenis dan tarif
retribusi perparkiran sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah ?
b.
Berapa besar
kontribusi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor jasa perparkiran
kota Parepare tahun 2007 - 2009 ?
c.
Berapa banyak
jumlah kendaraan menurut jenis wajib bayar retribusi parkir kota parepare tahun 2007 – 2009
C.Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan
masalah yang dimaksud dalam penelitian ini, maka tujuan dan manfaat dari
penelitian ini adalah :
a.
Untuk mengetahui
jenis dan tarif retribusi parkir sangat berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah
b.
Untuk mengetahui
kontribusi penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor perparkiran
c.
Untuk mengetahui
jumlah kendaraan wajib bayar retribusi parkir kota parepare.
D. Manfaat
Penelitian atau Kegunaan Penelitian
a. Manfaat ilmiah
Hasil
penelitian ini dapat di harapkan menjadi bahan kajian ilmiah di bidang audit
akuntansi, khususnya pengkajian di bidang jasa Retribusi Parkir di Kota
Parepare.
b.
Manfaat praktis
Hasil
penelitian ini di harapkan menjadi sumber saran bagi Pemerintah Daerah Kota
Parepare di dalam menetapkan kebijakan penerimaan Pendapatan Asli Daerah,
khususnya pada sektor jasa parkir.
E. Hipotesis
Sebagaimana masalah pokok yang telah di
kemukakan maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
a.
Diduga bahwa jenis
dan tarif retribusi parkir sangat
berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.
b.
Diduga bahwa
penerimaan perpakiran memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli
Daerah ( PAD )
c.
Diduga bahwa
pengguna jasa parkir mengalami peningkatan dengan nilai retribusi jasa parkir
yang dibayarkan oleh pemilik kendaraan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah
1. Pengertian
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD
terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dan pendapatan asli. Beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
“Pemerintah daerah
tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya
yang cukup efektif dan efesien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan
pelayanan dan pembangunan dan faktor keuangan merupakan salah satu dasar
kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri”. Definisi ini dikemukakan oleh pemuji yang dikutip oleh Riwu
Kaho.
Dasar hukum
penggalian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut :
a.
Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.
b.
Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2004, tentang Perparkiran.
c.
Kebijakan
pembangunan Pemerintah Daerah Kota Parepare.
2. Keuangan
Daerah
Salah
satu kreteria penting bagi pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan
membiayai pelaksanaan pembangunan di daerah bersangkutan dengan kata lain
faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya. Namun masalahnya bukan hanya
berupa jumlah yang tersediah, tapi juga sampai seberapa jauh jumlah kemampuan
dan kewenangan pemerintah daerah untuk menggunakan sumber daya yang ada di
daerah.
“Menurut
Drs. Tjahja Supriatna, definisi keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah
daerah untuk mengawasi daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan,
melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai sumber
keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan
dalam bentuk Anggaran Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000, keuangan daerah adalah “semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.
Menurut H. A. Widjaja. ( 2002 ;147 ) keuangan daerah adalah ;
“semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah
yang di nilai dengan uang termasuk dengan
segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewjiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Dari pengertian diatas, jelas bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah sangat
didukung oleh kemampuan keuangan daerah atau potensi keuangan daerah. Maka
sebagai tindak lanjut dari pemerintah yakni
melimpahkan wewenang dan tanggung jawab kepada pemrintah daerah yang
bersangkutan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Adapun komponen – komponen terpenting dari pembangunan daerah yabg sumber – sumber penerimaan daerah dapat
ditemukan dalam Undang - undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah,
pasal 79 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah yaitu ;
1.
Hasil pajak daerah;
2.
Hasil retribusi daerah;
3.
Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan
4.
Lain lain pendapatan asli daerah yang sah
a.
Dana perimbangan,
b.
Pinjaman daerah,
c.Lain lain pendapatan daerah yang sah.
Sumber – sumber pendapatan
asli daerah tersebut, merupakan batasan wewenan yang diberikan pusat kepada daerah dengan berbagai kebijakan dalam pelaksanaannya berdasarkan
kemampuannya masing–masing.
3. Pemungutan
Secara etimologi pemungutan bersal dari Pungut yang berarti menarik atau
mengambil. Sedangkan didalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997,
Pasal 1 yang dimaksud pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perhimpunan data objek subjek pajak
retribusi, penetapan besarnya pajak atau retribusi yang tertuang sampai
kegiatan penagihan pajak atau retribusi wajib pajak atau retribusi serta
pengawasan atau penyetoran.
Dari definisi diatas dapat dikemukakan bahwa
pemungutan merupakan keseluruhan aktivitas untuk menarik dana dari masyarakat
wajib retribusi yang dimulai dari himpunan data dari objek dan subjek retribusi
sampai pada pengawasan penyetorannya.
Dalam melaksanakan pemungutan retribusi parkir
di Kota Parepare, masih juga ditemukan berbagai hambatan dan kendala yang perlu
mendapat penanganan secara serius dari pihak yang terkait, yang di temukan.
Dalam
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang perparkiran mengatur secara rinci
tempat jenis dan besarnya retribusi bagi jenis kendaraan, sekalipun jenis
kendaraan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun bukan ditemukan data
yang menunjukkan peningkatan penerimaan dari sektor perparkiran ini.
Dalam kaitan dengan uraian di atas,
maka upaya yang harus di tempuh oleh pengelola di bidang perparkiran pada Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Parepare yaitu perlunya sistem pemungutan
retribusi perparkiran di tata kembali dan penataan daerah retribusi parkir di
tepi jalan umum di tinjau kembali.
B. TINJAUAN TERHADAP RETRIBUSI DAERAH
1.
Pengertian Retribusi Daerah
Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang cukup memiliki andil dalam
pendapatan daerah yakni retribusi daerah. Sebab retribusi daerah merupakan
sumber penerimaan terbesar terhadap pendapatan asli daerah. Untuk memperoleh
gambaran tentang retribusi daerah, terlebih dahulu perlu diketahui apa
penerimaan retribusi itu sendiri, dan perlu juga dibedakan pengertian pajak dan
retribusi.
Retribusi merupakan sumber penerimaan yang
sudah umum bagi semua bentuk pemerintah daerah, bahkan ada beberapa daerah
menjadikan retribusi sebagai sumber utama dari pendapatan daerahnya,
berdasarkan undang-undang Nomor tahun 2004 yang perubahan dari undang-undang
Nomor 32 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang pada intinya
mekanisme evaluasi retribusi untuk daerah diatur dengan peraturan daerah
masing-masing daerah yang bersangkutan.
Pengertian
Retribusi Daerah menurut Kunarjo (1996 : 17) adalah sebagai berikut :
“Retribusi
adalah pemungutan uang, sebagai pembayaran pemakain atau memperoleh jasa
pekerjaan, usaha atau milik pemerintah baik yang berkepentingan atau
berdasarkan peraturan umum yang dibuat oleh Pemeritah Kota Parepare”.
Definisi lain tentang Retribusi dikemukakan
oleh Munawir yang di kutip oleh Kaho (1997:153). Menurut beliau retribusi
adalah:
“Iuran kepada pemerintah yang dapat
dilaksanakan dan jasa yang baik secara langsung ditunjuk pemerintah. Paksaan
disini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak bersifat merasakan jasa
baik dari pemerintah, dia tidak dikenakan
iuran ini”.
Selanjutnya pengertian Retribusi Daerah
menurut Panitia Nasrun Kaho (1997:153) disebutkan bahwa :
“Retribusi Daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau
milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh
daerah baik secara langsung maupun tidak langsung“.
“ Pengertian retribusi daerah kemudian di jelaskan
kembali dalam undang–undang tahun 18 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
dalam Eugenia, Muljono, Liliawati ( 2001 ; 85 ), yaitu :
“ Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atas pemberian izin tertentu yang khusus di sediakan
dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan ciri-ciri pokok
Retribusi Daerah :
1. Retribusi adalah pungutan daerah atas penyediaan jasa nyata
dan langsung kepada yang berkepentingan.
2. Wewenang atas pungutan retribusi adalah Pemerintah Daerah
3. Dalam pemungutan retribusi terdapat potensi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk.
4. Retribusi dikenakan pada siapa saja yang memanfaatkan atau menggunakan jasa yang disediakan oleh
pemerintah.
Dalam
Undang-Undang No.18 tahun 1997 pasal 2 ayat 2 disebut dengan retribusi daerah
tidak dimasukkan pembayaran yang dipungut oleh daerah sebagai penyelenggara
perusahaan atau usaha itu dianggap sebagai perusahaan.
Dengan
demikian menjadi jelas bahwa tujuan dari retribusi daerah bukanlah mencari
keuntungan, karena yang ditentukan oleh hasil tersebut adalah untuk memelihara
atas kelangsungan pekerjaan, milik dan jasa masyarakat, disamping agar sarana
dan prasarana unit - unit jasa pelayanan dapat ditingkatkan dan dikembangkan
sebaik mungkin sesuai dengan perkembangan masyarakat serta perbedaan zaman.
Oleh karena itu,
penentuan tarif retribusi yang berlaku pada suatu waktu ditetapkan untuk
mencapai maksud diatas, yang wajar sesuai dengan imbalan yang diharapkan dapat
mereka peroleh karena memakai jasa atau pelayanan yang disediakn oleh
pemerintah.
Agar lebih jelas perbedaan antara pajak
dengan retribusi maka berikut ini di kutip pengertian pajak oleh K.
Subroto (1980 : 16) Pajak diartikan sebagai berikut :
“Pajak
adalah pungutan yang dilakukan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang hasilnya dipergunakan untuk pembayaran pengeluaran umum
pemerintah, yang balas jasanya tidak secara langsung dapat diberikan kepada
pembayarannya dimana perlu dapat dipaksakan”.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Rochmat Soemitro (1983 : 12).
“Pajak
adalah Iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan jasa yang langsung dapat ditunjuk
dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum“.
Dari
kedua pendapat diatas sudah terlihat jelas bahwa pajak dapat dipaksakan dan
tidak dapat dihindari. Berbeda dengan Retribusi yang tidak dapat dipaksakan dan
dapat dihindari.
2.
Objek dan Golongan Retribusi
Objek
Retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah
daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut
retribusinya namun hanya jasa-jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial
ekonomi layak untuk dijadikan sebagai
objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu
jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu hal itu diatur dalam
undang-undang nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat (1).
Menurut peraturan pemerintah nomor 66
tahun 2001 jasa umum merupakan retribusi atau jasa yang disediakan atau
diberiakan oleh pemerintah daerah untuk jasa yang berhubungan dengan tugas umum
pemerintah dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
Jenis – jenis
retribusi jasa umum adalah :
1.
Retribusi Pelayanan Kesehatan
2.
Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan
3.
Retribusi Pergantian Biaya Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil
4. Retribusi Pelayanan Parkir Ditepi jalan Umum
5. Retibusi Pelayanan Pemekaran dan Penguburan Mayat
6. Retribusi Pelayanan Pasar
7.
Retibusi Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran
8. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
9. Retribusi Air Bersih
10. Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP
11. Retribusi Pengujian Kapal perikanan
Selanjutnya Retribusi jasa
usaha adalah retribusi yang di sediakan oleh pemerintah daerah dengan prinsip
komersial karena pada dasarnya dapat juga disediakan oleh sektor swasta
Selanjutnya Retribusi jasa usaha adalah
retribusi yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip
komersial karena pada dasarnya dapat juga disediakan oleh sektor swasta.
Jenis
–jenisnya terdiri dari ;
1.
Retribusi Pasar atau Pertokoan.
2.
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
3.
Retribusi Tempat Penitipan Anak.
4.
Retribusi Terminal.
5.
Retribusi Tempat Khusus Parkir.
6.
Retribusi Penginapan / Persinggahan Villa.
7.
Retribusi Penyedotan Kasus.
8.
Retribusi Rumah Potong Hewan.
9.
Retribusi Tempat pendaftaran.
10.
Retribusi Tempat Rekreasi dan Tempat Olaraga
11.
Retribusi Penyebrangan Diatas Air
12.
Retribusi Pengelolaan Limbah Cair
13.
Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah
Sedangkan pada retribusi perizinan tertentu,
mengingat fungsi perizinan dimaksud untuk mengadakan pembinaan, pengaturan
pengendalian dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin pada pemerintah
daerah tidak harus dipungut retribusi, akan tetapi untuk melaksanakan fungsi
tersebut. Pemda mungkin masih kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi
dari sumber-sumber penerimaan daerah, sehingga terhadap perizinan tertentu
masih dipungut retribusi.
Jenis – jenis retribusi perizinan,
terdiri dari :
1.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
2.
Retribusi Izin Trayek.
3.
Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah.
4.
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
5.
Retibusi Izin Gangguan.
6.
Retrbusi Izin Pengambilan Hasil Hutan.
Adapun tujuan dari
pengelolaan jenis tarif retribusi ini dimaksudkan guna menetapkan kebijakan
umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi. Jenis – jenis
retribusi yang termasuk golongan jenis retribusi jasa umum, jasa usaha dan
retribusi perisinan tertentu di tetapkan dengan peraturan pemerintah.
Secara spesifik untuk jenis
jenis pelaksanan retribusi yang di usahakan dan dikelolah oleh dinas perhubungan kota parepare, adalah
sebagai berikut :
1.
Retribusi parkir di tepi jalan Umum dan Retribisi Tempat khusus Parkir
Berdasarkan peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang terminal angkutan
penumpang.
2.
Retribusi pengelolaan dan Retribusi Terminal
Berdasarkan
peraturan nomor 3 rahun 2000 tentang terminal angkutan penumpang.
3.
Retribusi Izin Trayek Angkutan Kota
Berdasarkan
peraturan daerah Nomor 3Tahun 2004 tentang Izin Usaha Angkutan
4.
Retribusi Pengujian Kendaran Bermotor
Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 2 tentang pengujian kendaraan bermotor
3. Pengertian Retribusi Parkir
Sebelum membahas
lebih lanjut mengenai retribusi parkir, terlebih dahulu penulis memberikan
beberapa defenisi para ahli mengenai tentang parkir.
Dalam peraturan daerah nomor 6 tahun 2002
tentang perparkiran dikatakan bahwa :
“Parkir adalah keadaan tidak
bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara. ( 2002 : 3 )
Definisi lain
tantang parkir terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia, bahwa
“Parkir adalah
menghentikan kendaran bermotor untuk beberapa saat lamanya” ( 1995 ; 259 ).
Dari kedua pengertian diatas dapat di katakan bahwa “Parkir adalah memberhentikan kendaraan untuk
sementara pada tempat yang telah
di sediakan”.
Dari uraian terdahulu jika digabung,
pemungutan retribusi parkir disini adalah keseluruhan aktifitas untuk menarik
atau memungut retribusi parkir sesuai dengan yang digariskan dalam rangka usaha
untuk memperoleh pemasukan balas jasa dari sarana atau faisilitas yang telah
disediakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah kota Pare-pare.
Adapun umumnya
subjek dari retribusi parkir adalah pemakaian jasa atau masyarakat yang
memarkir kendaraan dipinggir jalan umum atau tempat-tempat khusus misalnya
pusat pertokoan dan pusat pembelanjaan. Sedangkan objek dari retribusi parkir
adalah pelayanan penyadiaan parkir ditepi jalan umum.
Selanjutnya untuk menjamin
kelancaran jalannya pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum
dalam memenuhi anggaran daerah, maka yang ditunjuk instansi yang membantu
pemerintah kota Parepare dalam hal pengelolaan, pungutan dan pengawasan
retribusi parkir tepi jalan umum tersebut dalam hal ini UPTD parkir kota Parepare
hal ini berdasarkan peraturan daerah kota Parepare nomor 6 tahun 2002.
C. Dasar Hukum
Pelaksanaan
1.
Undang – undang Nomor 29 tahun 2009 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi ( Lembaga Negara
Republik Indonesia tahun 1959 Nomor 74, tambahan Lembaga Negara republik
Indonesia Nomor 1822 ). Peraturan pemerintah tentang perubahan batas daerah kota Parepare dengan kabupaten Sidrap, Barru,
Pinrang, dan kabupaten dalam lingkungan Daerah propensi Sulawesi Selatan (
Lembaga Negara Republik Indanesia Nomor 2970).
2.
Undang – undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
(Lembaga Negara Republik Indanesia Tahun 1992 Nomor 56, tambahan Lembaga Negara
Republik Indonesi Nomor 3478).
3.
Undang – undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah lembaga Negara Republik Indonesi tahun 1997 nomor 41, tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3639 ).
4.
Undang - undang nomor 22 tahun 1999 pemerintah daerah ( lembaga Negara Republik Indonesia tahun 1999
nomor 60, tambahan lembaran negara nomor 3839 ).
5.
Peraturan nomor 22 tahun 1980 tentang penyerahan sebagai urusan pemerintah
dalam bidang lalu lintas angkutan jalan pada daerah tingkat I dan tingkat II (
Lembaran Negara Tahun 1990 nomor 26, tambahan lembaga negara nomor 3410 ),
6.
Keputusan mentri dalam negeri nomor 43 tahun 1980 tentang pedoman pengelolaan perparkiran didaerah ;
7.
Keputusan mentri dalam negeri nomor 23 tahun 1986 tentang ketentuan umum
mengenai penyelidikan pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah.
8.
Keputusan mentri dalam negerinomor 4 tahun 1997 tentang penyelidikan
pegawai negri sipil di lingkungan pemerintah daerah.
9.
Keputusan mentri perhubungan nomor KM. 65 tahun 1993 tentang fasilitas
pendukung kegiatan lalu lintas angkutan jalan ;
10.
Keputusan menteri perhubungan nomor KM. 65 tahun 1993 tentang fasilitas parkir untuk umum ;
11.
Keputusan mentri dalam negeri nomor 84 tahun 1997
tentang bentuk peraturan Daerah perubahan ;
12.
Keputusan mentri dalam negeri nomor 171 tahun 1997
tentang prosedur pengesahan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah ;
13.
Keputusan mentri dalam negeri nomor 174 tahun 1997 tentang pedoman tata
cara pemungutan retribusi daerah ;
14.
Keputusan mentri dalam negeri nnomor 175 tahun 1997 tentang cara
pemeriksaan dibidang retribusi daerah ;
15.
Keputusan menteri dalam negeri nomor 199 tahun 1998 tentang
ruang lingkup dan jenis - jenis retribusi daerah
tingkat I dan tingkat II
D. Kerangka Konseptual
Dalam suatu pemerintahan daerah,
Organisasi dalam menejemen yang baik tidak hanya cukup dibarengi kewibawaan
penguasa saja, akan tetapi juga harus di barengi dengan adanya
keuangan yang baik dari pemerintah
daerah yang bersangkutan. Dalam menggerakkan Organisasi untuk mencapai
tujuan tertentu, peranan keuangan yang baik adalah sangat menentukan, sehingga
jelaslah bahwa peranan keuangan dalam pemerintah di daerah merupakan unsur yang
tidak dapat di hilangkan begitu saja.
Pentingnya posisi keuangan daerah dalam
penyelenggaraan otonomi daerah sangat di sadari oleh pemerintah daerah.
Demikian pula oleh alternatif cara untuk mendapatkan keuangan yang memadai
telah pula dipertimbangkan oleh pemerintah dan wakil – wakil rakyat. Hal ini
dapat di telusuri dalam Undang – undang nomor 25 tahun
1999 bahwa “ Sumber – sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan
dengan yang di gali dalam wilaya daerah yang bersangkutan yang terdiri dari
hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan Lain – lain pendapat daerah yang sah”.
Sehubungan dengan pentingnya posisi
keuangan tersebut Pemudji menegaskan ;
“ Pemerintah daerah tidak dapat
melaksankan fungsi dengan efektif, dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan dan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah
satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus keuangan daerah sendiri” ( 1980 ; 61 ).
Melihat hal tersebut diatas bahwa untuk
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, daerah membentuk biaya atau uang
karena tanpa adanya biaya yang cukup maka bukan saja tidak mungkin bagi daerah
untuk dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya tetapi juga ciri pokok yang mendasar dari suatu daerah Otonomi jadi hilang.
Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi
daerah khususnya retribusi parkir ditepi jalan umum maka Pemerintah Kota
Parepare membuat peraturan daerah
nomor 6 tahun 2002 dimana didalamnya termasuk secara pelaksanaan pemungutan
retribusi parkir di tepi jalan umum yang merupakan pedoman untuk melaksanakan
peraturan tersebut perlu mendapat dukungan dari pihak yang terkait seperti UPTD
parkir yang bertugas mengelolah tempat parkir pemerintah daerah, serta membina
dan mengawasi perparkiran lainnya dikota Parepare, juru parkir serta masyarakat untuk wajib retribusi parkir
sehingga pelaksanaan pemungutan retribusi parkir tepi jalan umum dapat berjalan
dengan baik dan juga dapat mencapai target penerimaan atau realisasi dari
penerimaan retribusi parkir tepi jalan
umum sebagaimana yang diinginkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini maka penulis
memilih tempat penelitian pada Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
informasi pada Sub. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kota Parepare sebagai
objek penelitian dan waktu penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kurang
lebih 2 minggu lamanya.
B.
Desain Penelitian
Didalam penelitian dikenal beberapa metode penelitian seperti penelitian
Historis, deskripsi, eksperimental, grouded research dan penelitian triwulan
nasir,( 1983,).
Dalam penelitian ini tidak digunakan semua metode penelitian yang bersifat
eksplanatory survey, karena penelitian ini tidak ada manipulasi langsung terhadap variabel independen atau tidak
dilakukan pengontrolan pada objek penelitian. Walaupun metode survey ini tidak
memerlukan kelompok kontrol seperti hal dengan metode eksperimen namun
generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan yang representatif.
C.
Definisi Operasional Varabel
1.
Retribusi parkir
adalah pungutan uang sebagai pembayaran pemakaian jasa parkir yang berdasarkan peraturan
umum yang di buat oleh pemerintah.
2.
Kontribusi
retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah realisasi pencapaian
target retribusi perparkiran dan sejauh mana tingkat kotribusinya terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3.
Retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai akibat dari pemahaman atas jasa yang di kenakan oleh
daerah.
D.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, maka penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu sebagai berikut :
1.
Observasi,
dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dalam proses
kegiatan pengelola tehadap objek retribusi kendaraan yang menggunakan jasa
penyelenggaraan perparkiran
2.
Interview, dengan
jalan menggunakan wawancara secara langsung dengan kepala dinas lalu lintas dan
angkutan jalan penyelenggaraan perparkiran di Kota Parepare dan jumlah personil
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.
Dokumentasi, yaitu
suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder
yaitu dari laporan-laporan realisasi penerimaan retribusi dan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan pemungutan retribusi
parkir.
E.
Jenis Data dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini diperlukan data
sebagai bahan informasi untuk dijadikan alat analisis, diantaranya sebagai
berikut :
a. Data kuantitatif,
yaitu data yang dapat dihitung atau dinyatakan
dengan bentuk angka, baik yang berasal dari transformasi data kuantitatif
maupun sejak semula sudah bersifat kuantitatif sebagai data yang banyak
dipergunakan dalam penelitian. Data ini dapat diperoleh dari laporan-laporan
dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.
b. Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk
kalimat atau uraian.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis memperoleh
data dari berbagai sumber, yaitu :
a.
Person, yaitu data
diperoleh dari individu yang ada di dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait, baik itu dari pimpinan maupun staf dari SKPD tersebut.
b.
Paper, yaitu sumber data
yang berupa dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang dimiliki oleh SKPD.
c. Place, yaitu sumber data yang diperoleh dari tempat penelitian
dalam hal ini Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Parepare.
F.
Metode Analisis
Untuk menganalisis data yang diperoleh
di lapangan maka penulis menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif, yang
melalui analisis dan beberapa penjelasan atau uraian pembahasan berdasarkan
data hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara langsung, dokumen dan
observasi yang berperan selaku pendukung data yang lain, seperti : sejarah
ringkas dinas perhubungan, komunikasi dan informasi kota parepare,struktur
organisasi serta data lain yang berhubungan dengan penelitian, serta
menganalisis data yang di peroleh di lapangan. Untuk menghitung besarnya
frekuensi dan persentase dari masing-masing indikator yang di teliti.
bagus sekali sngat membantu untuk dijadika reverensi
BalasHapus